Vampire Stories X Episode 9 Misi Pertama
Waktu dalam cerita: Malam ke 287
Tempat: Desa Manusia “Harthval”, penginapan tua, atap rumah-rumah kayu
Waktu dalam cerita: Malam ke 287
Tempat: Desa Manusia “Harthval”, penginapan tua, atap rumah-rumah kayu
Misi Selesai
X berdiri di atas atap penginapan tua, pandangannya mengarah ke rumah kayu tua di seberang jalan, tempat empat pemburu vampir berkumpul setiap malam selama tiga hari terakhir.
Ia telah menghafal rute patroli mereka, ucapan mereka, senjata mereka, bahkan siapa yang memimpin.
Ia menyentuh bagian dalam jubahnya dan mengeluarkan gulungan hitam kecil berisi catatan penting: informasi tentang jumlah pasukan, senjata perak, rencana serangan terhadap Elhira.
“Mereka terlalu dekat dengan kebenaran,” gumam X pelan.
Ia mengangkat tangan kanan, lalu meniup peluit tipis dari tulang kelelawar.
Beberapa detik kemudian…
Ssssshhh—
Seekor kelelawar besar muncul dari bayangan atap di belakangnya. Sayapnya berwarna hitam kelam, matanya menyala merah samar.
“Kau tahu apa yang harus kau bawa,” kata X lirih.
Ia mengikat gulungan itu pada kaki kelelawar, lalu menepuknya pelan.
“Bawa ke Master Koral. Atau ke Elhira. Siapa pun yang lebih cepat.”
Kelelawar itu menghilang ke dalam kegelapan, terbang ke arah pegunungan.
Misi X… selesai.
Hasrat Manusia yang Masih Ada
Sambil menatap bulan yang mulai tenggelam, X merasakan sesuatu di perutnya: rasa lapar.
Namun bukan lapar darah. Ini... sesuatu yang lain. Rasa nostalgia yang tak tertahankan.
“Sudah seminggu di sini... dan aku belum mencicipi makanan manusia…”
Ia turun dari atap dan menyelinap ke warung makanan di sudut desa.
Warung kecil itu sudah sepi, hanya satu penjaga yang tidur di sudut, api tungku masih menyala samar.
X melihat ke meja: ada semangkuk sup bawang putih, sepotong roti keras, dan irisan tipis keju kambing.
“Bau ini…”
“Tuhan... ini... ini masa kecilku.”
Tangannya gemetar. Ia menyentuh sisi mangkuk… dan langsung tergetar.
Ssssstt—!
Kulit telapak tangannya memerah seperti tersiram air panas.
“Agh!”
Ia menarik tangan.
“Aku lupa… aku bukan manusia penuh lagi…”
Namun dia tidak menyerah. Ia merobek sepotong kecil roti, mencelupkan sedikit ke dalam sup… dan memakannya perlahan.
Rasanya?
Luar biasa. Pedas. Hangat. Menghidupkan kenangan.
Tapi juga menimbulkan sakit seperti luka bakar dari dalam.
“Ghhhk…”
Batuk berdarah tipis.
“Aku… aku tidak bisa makan ini lagi. Tapi... aku ingin.”
Ia menatap makanan itu.
“Aku masih... X yang dulu. Tapi tubuhku membencinya.”
Sinar Matahari yang Menyiksa
Pagi mulai mendekat. Cahaya pertama menyentuh puncak bukit.
X berjalan cepat melewati jalan belakang desa. Tapi seberkas cahaya mentari pagi mengenai pipinya.
SSSSKKKK!
“AARGH!”
Pipinya langsung melepuh.
Ia terhuyung, berlindung di balik tong kayu.
“Bodoh... terlalu lama di sini…”
Ia mengikat tudungnya erat, membungkus wajahnya dengan kain basah, dan berlari ke dalam hutan.
Detik-detik menuju siang kini seperti mimpi buruk baginya.
“Aku harus pergi… sebelum tubuhku terbakar.”
Di Perbatasan Hutan
Beberapa kilometer dari desa, di tempat perbatasan bayangan pohon, X berhenti.
Ia berdiri di tengah kabut dingin, napasnya berat. Pakaian sobek, wajah sebagian melepuh, dan hatinya… kosong.
“Dunia manusia... tidak menerimaku lagi.”
“Tapi dunia vampir... masih curiga padaku.”
“Siapa aku sebenarnya?”
Ilustrasi Momen Cerita Saat Ini
Gambaran X yang duduk di antara pohon-pohon hutan, wajahnya sebagian terbakar matahari, jubahnya robek, dan mangkuk kecil bekas sup bawang tergeletak di dekatnya. Di udara, kelelawar utusan menghilang dalam kabut.
(To be Continued)
Ia telah menghafal rute patroli mereka, ucapan mereka, senjata mereka, bahkan siapa yang memimpin.
Ia menyentuh bagian dalam jubahnya dan mengeluarkan gulungan hitam kecil berisi catatan penting: informasi tentang jumlah pasukan, senjata perak, rencana serangan terhadap Elhira.
“Mereka terlalu dekat dengan kebenaran,” gumam X pelan.
Ia mengangkat tangan kanan, lalu meniup peluit tipis dari tulang kelelawar.
Beberapa detik kemudian…
Ssssshhh—
Seekor kelelawar besar muncul dari bayangan atap di belakangnya. Sayapnya berwarna hitam kelam, matanya menyala merah samar.
“Kau tahu apa yang harus kau bawa,” kata X lirih.
Ia mengikat gulungan itu pada kaki kelelawar, lalu menepuknya pelan.
“Bawa ke Master Koral. Atau ke Elhira. Siapa pun yang lebih cepat.”
Kelelawar itu menghilang ke dalam kegelapan, terbang ke arah pegunungan.
Misi X… selesai.
Hasrat Manusia yang Masih Ada
Sambil menatap bulan yang mulai tenggelam, X merasakan sesuatu di perutnya: rasa lapar.
Namun bukan lapar darah. Ini... sesuatu yang lain. Rasa nostalgia yang tak tertahankan.
“Sudah seminggu di sini... dan aku belum mencicipi makanan manusia…”
Ia turun dari atap dan menyelinap ke warung makanan di sudut desa.
Warung kecil itu sudah sepi, hanya satu penjaga yang tidur di sudut, api tungku masih menyala samar.
X melihat ke meja: ada semangkuk sup bawang putih, sepotong roti keras, dan irisan tipis keju kambing.
“Bau ini…”
“Tuhan... ini... ini masa kecilku.”
Tangannya gemetar. Ia menyentuh sisi mangkuk… dan langsung tergetar.
Ssssstt—!
Kulit telapak tangannya memerah seperti tersiram air panas.
“Agh!”
Ia menarik tangan.
“Aku lupa… aku bukan manusia penuh lagi…”
Namun dia tidak menyerah. Ia merobek sepotong kecil roti, mencelupkan sedikit ke dalam sup… dan memakannya perlahan.
Rasanya?
Luar biasa. Pedas. Hangat. Menghidupkan kenangan.
Tapi juga menimbulkan sakit seperti luka bakar dari dalam.
“Ghhhk…”
Batuk berdarah tipis.
“Aku… aku tidak bisa makan ini lagi. Tapi... aku ingin.”
Ia menatap makanan itu.
“Aku masih... X yang dulu. Tapi tubuhku membencinya.”
Sinar Matahari yang Menyiksa
Pagi mulai mendekat. Cahaya pertama menyentuh puncak bukit.
X berjalan cepat melewati jalan belakang desa. Tapi seberkas cahaya mentari pagi mengenai pipinya.
SSSSKKKK!
“AARGH!”
Pipinya langsung melepuh.
Ia terhuyung, berlindung di balik tong kayu.
“Bodoh... terlalu lama di sini…”
Ia mengikat tudungnya erat, membungkus wajahnya dengan kain basah, dan berlari ke dalam hutan.
Detik-detik menuju siang kini seperti mimpi buruk baginya.
“Aku harus pergi… sebelum tubuhku terbakar.”
Di Perbatasan Hutan
Beberapa kilometer dari desa, di tempat perbatasan bayangan pohon, X berhenti.
Ia berdiri di tengah kabut dingin, napasnya berat. Pakaian sobek, wajah sebagian melepuh, dan hatinya… kosong.
“Dunia manusia... tidak menerimaku lagi.”
“Tapi dunia vampir... masih curiga padaku.”
“Siapa aku sebenarnya?”
Ilustrasi Momen Cerita Saat Ini
Gambaran X yang duduk di antara pohon-pohon hutan, wajahnya sebagian terbakar matahari, jubahnya robek, dan mangkuk kecil bekas sup bawang tergeletak di dekatnya. Di udara, kelelawar utusan menghilang dalam kabut.
(To be Continued)
.png)
0 Response to "Vampire Stories X Episode 9 Misi Pertama"
Post a Comment