Vampire Stories X Episode 15: Bau Kenangan dan Rumah yang Hilang
Waktu dalam cerita: Hari ke-465 hingga ke-472
Tempat: Jalan raya antara wilayah vampir dan dunia manusia, desa kelahiran X, reruntuhan rumah orang tua kandungnya
Menjejak Kenangan Lewat Bau Darah
Dunia malam tetap menjadi sekutu X. Ia berjalan seorang diri, mengenakan mantel panjang dan tudung lebar untuk menyembunyikan wajah pucat serta matanya yang bersinar samar dalam gelap. Ransel kecil di punggungnya berisi sedikit bekal: sepotong roti hitam, kantung darah ternak yang disegel, dan liontin pemberian Elhira yang berdenyut pelan di dadanya.
“Aku tidak tahu di mana desa itu. Tapi tubuhku… mencium kenangan.”'
Di persimpangan jalan, ia berhenti.
Mengendus udara seperti serigala.
Dan sesekali, angin malam membawa aroma yang tak bisa disalahartikan: bau tanah basah, kayu tua, dan asap rokok murahan.
Aroma dari waktu kecilnya — saat ibunya masih hidup.
“Ke arah timur laut... aku yakin.”
Dan ia melanjutkan perjalanan, menyusuri jalan panjang berkerikil dengan langkah perlahan namun pasti.
Kereta, Tidur, dan Bekal Darah
Beberapa hari kemudian, X tiba di stasiun kecil perbatasan dunia manusia. Stasiun itu tua dan penuh lumut. Ia membeli tiket kereta ekonomi, menyendiri di gerbong paling belakang.
Klik... klik... klik...
Roda kereta bergetar pelan. X memejamkan mata.
Di dalam, ia menahan rasa lapar. Bau manusia di sekitarnya menusuk, tapi liontin Elhira berdenyut setiap kali dorongan haus datang. Itu cukup menenangkan.
Ia mengambil botol kecil dari ranselnya — kantung darah hewan yang ia simpan dengan es sihir. Isinya sedikit, namun cukup untuk membuat jantungnya berdetak stabil.
“Jangan sentuh mereka... mereka bukan musuh...”
“Mereka tak tahu siapa aku... dan tak perlu tahu...”
Tiba di Desa Kelahiran
Hari ketujuh. X akhirnya menginjakkan kaki di sebuah desa kecil di kaki gunung barat, yang lama hilang dari ingatannya. Tidak ada papan nama desa. Jalanan berdebu, rumah-rumah kayu berdiri miring karena usia.
“Tempat ini… sudah berubah. Tapi... masih hidup.”
Beberapa warga tua berkumpul di warung teh. Mereka melirik X dengan curiga. Wajahnya tak dikenali. Tubuhnya tinggi, terlalu dingin, dan matanya terlalu dalam.
“Maaf, Pak,” X mendekati seorang lelaki tua,
“apa di sini pernah ada rumah tua dengan sumur tua di belakang dan pohon jambu besar di sebelah kiri pagar?”
Lelaki itu memicingkan mata, lalu menatap X lama.
“Kau… anaknya Marlina?”
“Aku X.”
“Tuhan... sudah berapa tahun, nak... kami kira kau mati.”
Rumah Orang Tua Kandung
X berjalan mengikuti arah lelaki tua itu tunjukkan, menuju bagian terpencil desa yang lebih sunyi. Akhirnya ia menemukannya: sebuah rumah kayu kecil, lapuk dan miring, ditutupi tanaman liar dan atapnya runtuh sebagian.
Namun di bawah puing itu, X mengenali segalanya.
“Sumur itu... masih di sana...”
“Dan batu kecil tempat aku dulu duduk...”
Ia mendekat. Tangannya menyentuh dinding. Serpihan kayu runtuh, namun bau rumah itu tetap sama.
“Ini rumahku… yang sebenarnya.”
🧹 Memperbaiki Kenangan
Selama dua hari berikutnya, X tidak keluar rumah. Ia membersihkan puing-puing. Memotong tanaman liar. Menegakkan tiang kayu yang masih bisa diselamatkan.
Ia tidur di lantai dengan alas jerami yang ia temukan di gudang kecil belakang. Makan dari bekal darah yang dibawanya. Dan setiap malam, ia duduk di depan perapian rusak, menatap langit malam.
“Ibu… Ayah… aku kembali.”
Tapi di dalam hatinya, ia tahu...
Rumah ini bukan tempat kembali. Tapi tempat memaafkan.
Hujan dan Percakapan Sendiri
Pada malam ketiga, hujan turun deras. X duduk di ambang pintu depan, mengenakan mantel gelap, memeluk lututnya. Air menetes dari atap yang bocor.
“Kenapa aku menjadi ini?”
“Apa memang takdirku... tak pernah menjadi manusia?”
Angin malam menjawab hening.
“Aku membunuh. Aku meminum darah. Aku berubah. Tapi... aku juga menyelamatkan.”
Ia memegang liontin di lehernya.
“Dan... aku pernah dicintai. Oleh Elhira. Atau mungkin… aku juga mencintainya. Aku... hanya belum tahu caranya.”
Ilustrasi Momen Cerita Saat Ini
Ilustrasi X duduk di ambang pintu rumah tua yang remuk, hujan mengguyur sekitarnya. Ia mengenakan mantel gelap, memandangi langit, sementara lampu temaram dari dalam rumah memantulkan bayangan tubuhnya yang sunyi dan berat oleh kenangan
.png)
0 Response to "Vampire Stories X Episode 15: Bau Kenangan dan Rumah yang Hilang"
Post a Comment